Hadirnya pandemic Covid-19 telah menunjukkan kurangnya ketahanan (resiliency) dalam organisasi atau perusahaan hingga masyarakat, khususnya dalam rantai pasokan (supply chain) secara global.
Ketahanan rantai pasokan dapat diatasi dalam 3 bidang utama: critical phases, attributes dan categories. Ketiga fase ini harus dihadapi oleh perusahaan ditengah-tengah masa pandemi seperti saat ini untuk mempertahankan dan memulihkan perusahaan ketika pandemi sudah berakhir nanti.
Sifat ketahanan dari rantai pasokan dapat menggambarkan kemampuan perusahaan untuk bertahan dari keadaan yang tidak terduga dalam mempertahankan kelangsungan hidup bisnis. Dapat diartikan, berapa lama organisasi atau perusahaan dapat bertahan selama keadaan tidak terduga? Apa saja yang perlu dipersiapkan perusahaan untuk “bertahan hidup”? Dan berapa lama perusahaan dapat pulih ke keadaaan “normal”?
Kategori ketahanan dapat digambarkan dalam “the3Cs”: capacity, capability dan competency.
Jika dijabarkan capacity mencakup poin-poin penting yang berkaitan dengan waktu untuk bertahan hidup, termasuk:
- Cash position, organisasi dapat diukur berdasarkan “cash on hand” kredit dan instrument likuiditas lainnya
- Posisi inventaris, dapat diukur dengan jumlah stok yang tersedia menurut jenis produk
- Ketersediaan multi-site supplier, dapat diukur oleh kapan dan siapa yang dapat menyediakan unit komponen atau produk jadi.
- Alur multi-distribution, dapat diukur dengan kapan dan siapa yang dapat mengirimkan banyaknya unit komponen atau pengiriman produk jadi
- Saluran multi-distribusi, diukur oleh kapan dan siapa yang dapat mengirimkan jumlah unit komponen atau pengiriman produk jadi
- Infrastruktur teknologi, diukur dengan ketersediaan remote work dan support, ketersediaan dari collaboration tools dan ketersediaan dari remote security. Dari segi internal, perusahaan juga dapat mengukur apakah karyawan telah mendapatkan pelatihan untuk sistem remote work. Begitu juga dengan para vendor, apakah mereka telah memenuhi syarat dan dapat menerapkan remote work.
- Kebijakan kerja, dapat diukur berdasarkan lokasi. (misalnya, bekerja jarak jauh, ketersediaan jam kerja yang fleksibel, upah insentif berdasarkan jenis pekerjaan dan pemeriksaan kesehatan).
- Kesiapan tenaga kerja, dapat diukur dengan kemampuan rantai pasokan dalam merespon keadaan krisis, sebagaimana dibuktikan oleh perencanaan scenario. (Misalnya, kemampuan perusahaan dalam merespon kondisi daerah yang terkena lockdown).
- Customer engagement, dapat diukur dengan menentukan persyaratan pelanggan untuk produk dan support.
Dengan mengidentifikasi langkah-langkah tersebut tentunya akan menghasilkan proses kerja yang signifikan. Para ahli merekomendasikan pengembangan pada satu alat atau sistem untuk membantu proses pengukuran. Sebagai contoh, untuk menentukan posisi inventory dan kapasitas multi-site untuk perusahaan global, seseorang tidak harus memiliki visibilitas dari inventory pada multiple n-tier suppliers, tetapi juga sumber pemasok alternatif yang berada di luar basis pemasok saat ini.
Kemampuan bagaimana perusahaan mampu menganalisa kerugian dan kerusakan yang dialami selama masa krisis. Beberapa poin kuncinya sebagai berikut:
- Rencana pemulihan (recovery plan): apakah perusahaan memiliki rencana pemulihan yang terstruktur? Faktor utamanya meliputi pertanyaan 5W1H: What (apa), where (dimana), who (siapa), why (kenapa), when (kapan) dan how (bagaimana). Setelah perusahaan melewati fase “bertahan hidup” supply-chain recovery, selanjutnya adalah memulai dengan proses perencanaan pemulihan (recovery disaster). Proses ini harus diselaraskan dengan proses perencanaan bisnis secara keseluruhan.
- Penilaian kerusakan perusahaan (company damage assessment): Apa saja yang menjadi cakupan dan seberapa besar kerusakan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan dan rantai pasoknya? Pertanyaan ini dimulai dengan menganalisa revenue, product introductions, facility shutdown, PHK karyawan dan kerugian bagi para vendor.
- Penilaian pelanggan (customer assessment): Seberapa besar kerugian yang dialami pelanggan? Perusahaan dapat menganalisa kerugian yang dialami pelanggan akibat hilangnya pendapatan atau kegagalan bisnis, penutupan fasilitas, phk karyawan hingga menurunnya permintaan dari pasaran.
Singkatnya, dalam membangun rantai pasokan yang kuat perusahaan harus fokus pada tiga fase, yaitu: fase bertahan hidup, fase pemulihan dan fase membangun kembali. Peningkatan kemampuan (capability), kapasitas (capacity), dan kemampuan (competency) sangat penting dilakukan agar perusahaan mampu melewati setiap fasenya.
Dalam membangun 3C bagi rantai pasok harus menjadi strategi utama bagi perusahaan dengan perencanaan, prioritas dan pendanaan yang sesuai. Jika kita belajar dari krisis pandemic Covid-19 saat ini pada rantai pasok, akan menjadi fokus utama dalam hal ketahanan.
Hal inilah yang melatarbelakangi Berca Hardayaperkasa bersama Microstrategy untuk mengadakan Berca Webinar dengan tema “Ensuring Supply Chain Resiliency in Times of Crisis” pada Rabu 8 Juli 2020.
Anda akan mendapatkan insight dari para ahli tentang bagaimana perusahaan mampu menganalisa kerugian dan kerusakan yang dialami selama masa krisis pandemi global ini. Untuk informasi dan registrasi silahkan klik register atau Berca Webinar.